HUKUM / PERATURAN


3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.

3.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian deskriptif yaitu tipe penelitian yang diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta atau sebagaimana adanya, yang dilakukan melalui beberapa tahapan.
Tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, sifat penelitian ini baru diberi bobot yang lebih tinggi, karena sulit membantah bahwa hasil penelitian yang sekedar mendeskripsikan fakta-fakta tidak banyak artinya. Untuk itu pemikiran perlu dikembangkan dengan memberikan penafsiran yang kuat terhadap fakta-fakta yang ditemukan. Dengan kata lain tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data tetapi meliputi juga analisis dan interpretasi tentang data ini.

3.3 Pendekatan Masalah
Adapun metode pendekatan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yang bersifat penelitian empiris, maksudnya adalah sebagai berikut :
Penelitian secara yuridis empiris adalah berdasarkan fakta di lapangan berkaitan dengan penegakan hukum, penelitian hokum yang ada kaitannya dengan penegakan hukum pidana terhadap tindakan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

3.4 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui wawancara terhadap narasumber yang berkompeten.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan dengan cara menelusuri literature yang berhubungan dengan masalah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

3.5 Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari antara lain aparat penegak hukum yang berada di wilayah kota Bandar Lampung dan pihak-pihak terkait dalam masalah penegakan hukum terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Sampel yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup di kota Bandar Lampung.

3.6 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.6.1 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah sebagi berikut :
a. Penelitian Pustaka
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mempelajari dan merangkum data yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang berasal dari bahan-bahan pustaka.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan dat primer. Dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan kuisioner.
3.6.2 Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, baik data primer maupun data sekunder diolah melalui prosedur sebagai berikut :
a. Editing, dalam hal ini data yang masuk akan diperiksa kelengkapannya, kejelasannya, serta relevansinya dengan penelitian.
b. Evaluating, yaitu memeriksa dan meneliti data untuk dapat diberikan penilaian apakah data tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan digunakan untuk penelitian.
c. Sistematika data, adalah penggolongan-penggolongan data berdasarkan kualifikasi data yang digunakan.

3.7 Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan cara menguraikan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, lalu diinterpretasikan secara sistematis dengan persoalan yang ada, terutama yang mengatur tentang penegakan hukum terhadap tindakan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.



PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDAR LAMPUNG

1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan hukum di Indonesia diarahkan agar hukum mampu berperan dalam menunjang pembangunan di segala bidang. Hukum didayagunakan tidak hanya untuk sarana sosial, tetapi juga untuk perubahan sosial.
Pembangunan hukum dapat mendorong perubahan sosial dan pembangunan pada umumnya. Sebagai konsekuensi logis jika pembangunan direncanakan dengan baik, maka akan menghasilkan suatu kemajuan yang lebih baik pula. Namun sebaliknya, dapat pula berimplikasi buruk terhadap pembangunan itu sendiri, ada beberapa dampak negatif dalam pembangunan itu, yakni berupa penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, upaya memperkaya diri sendiri dan pelanggaran hukum lainnya.


Prinsip Metodologi
Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri Ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat. Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah pendirian atau sikap yang akan dikembangkan para ilmuwan maupun peneliti di dalam kegiatan ilmiah mereka.
Beberapa prinsip metodologi oleh beberapa ahli, diantaranya:

A. Rene Descartes
Dalam karyanya Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam ) prinsip metodologi yaitu:
1. Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
2. Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah maupun penelitian. Descartes mengajukan 4 (empat) langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud yaitu: (1) Jangan pernah menerima baik apa saja sebagai yang benar, jika anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya. Artinya, dengan cermat hindari kesimpulan-kesimpulan dan pra konsepsi yang terburu-buru dan jangan memasukkan apapun ke dalam pertimbangan anda lebih dari pada yang terpapar dengan begitu jelas sehingga tidak perlu diragukan lagi, (2) Pecahkanlah setiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.(3) Arahkan pemikiran anda secara jernih dan tertib, mulai dari objek yang paling sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit, setahap demi setahap ke pengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandaikan sesuatu urutan bahkan diantara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban baru. (4) Buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan adakan tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak suatu pun yang ketinggalan. (5)Langkah yang digambarkan Descartes ini menggambarkan suatu sikap skeptis metodis dalam memperoleh kebenaran yang pasti.
3. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode sebagai berikut: (1) Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak. (2) Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun yang paling meragukan. (3) Berusaha lebih mengubah diri sendiri dari pada merombak tatanan dunia.
4. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh indera. Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, kita dapat saja meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang sedang dalam keadaan ragu-ragu.
5. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi yaitu RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani yang meluas). Tubuh (Res-Extensa) diibaratkan dengan mesin yang tentunya karena ciptaan Tuhan, maka tertata lebih baik. Atas ketergantungan antara dua kodrat ialah jiwa bernalar dan kodrat jasmani. Jiwa secara kodrat tidak mungkin mati bersama dengan tubuh. Jiwa manusia itu abadi.

B. Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait dengan prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi yaitu:
1. Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan.
2. Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa depan sebagai pernyataan yang mengandung makna.
3. Ayer menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang MEANING LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apapun

C. Karl Raimund Popper
K.R. Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada. K.R. Popper mengajukan prinsip verifikasi sebagai berikut:
1. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir.
Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat.
2. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan (observasi) secara teliti gejala (simpton) yang sedang diselidiki. Pengamatan yang berulang -ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesa yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum.
K.R. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada asas verifiabilitas, bahwa sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti verifikasi pengamatan empiris.
3. K.R Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip FALSIFA BILITAS, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya bersifat sementara, sejauh belum ada ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Misalnya, jika ada pernyataan bahwa semua angsa berbulu putih melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa yang bukan berbulu putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pernyataan tersebut. Namun apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh (CORROBORATION)